Kota yang Pernah Dibanjiri 'Gula'

Gambar Menunjukkan Kerusakan yang Dihasilkan oleh Banjir Boston 1919
Potret kerusakan yang diakibatkan oleh bencana banjir pemanis di Kota Boston. (Wikipedia)

The Great Molasses Flood, atau yang dalam bahasa Indonesia bernama: Bencana Molase Boston, merupakan tragedi banjir yang terjadi di kawasan Ujung Utara, Boston, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 15 Januari 1919.

Singkatnya, bencana banjir yang satu ini jauh berbeda dengan banjir yang biasa terjadi di kota-kota lain. Pada umumnya, banjir biasa dikaitkan dengan ribuan liter air yang meluap, lalu menyebar ke jalanan sekitar. Tetapi, apa yang terjadi di Boston pada saat itu bukanlah ribuan liter air yang membanjiri kota, melainkan molase (atau tetes tebu), yang merupakan produk sampingan gula pasir yang seringkali digunakan sebagai pemanis. Molase tersedia dalam bentuk sirup kental dengan warna yang gelap, lebih gelap daripada karamel tetapi hampir segelap madu hitam. Molase biasa dikonsumsi karena manfaatnya dalam mengendalikan sel-sel tubuh yang rusak dan berbahaya serta menjaga kesehatan tulang.

Momen Menegangkan

Seperti yang diketahui, semuanya bermula di tanggal 15 Januari 1919. Wikipedia bahasa Indonesia menyebutkan bahwa, di waktu makan siang, terjadi semburan masif dari tangki penyimpanan berukuran besar yang menampung molase di dalamnya, yang dimiliki oleh perusahaan kimia Purity Distilling Company dan terletak di Jalan Komersial 529, di dekat Alun-alun Keany. Runtuhnya tangki tersebut terjadi setelah suhunya berada di atas 4,4 derajat Celsius, yang dinarasikan naik secara drastis bila dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya.

Gelombang molase yang lantas menyebar keluar tangki, dengan lincah mengalir di aspal jalanan dengan kecepatan sekitar 56 kilometer per jam. Titik aliran molase tertinggi yang tercatat berada di angka 7,6 meter, menjadikan gelombang tersebut lebih tinggi daripada Tyrannosaurus Rex (T-Rex) yang merupakan dinosaurus terpopuler saat ini.

Saksi mata menyatakan bahwa kehancuran tangki tersebut ditandai dengan suara gemuruh keras, seperti senapan mesin berpeluru paku melesat keluar dari fasilitas di tempat kejadian. Selain itu, dirasakan pula efek getaran tanah yang seolah-olah diakibatkan oleh kereta api yang sedang melintas.

Jelasnya, tangki penyimpanan penyebab banjir tersebut memiliki tinggi 15 meter dengan diameter 27 meter, dan kala itu sedang menampung sebanyak 2,3 juta galon molase. Tangki tepi pelabuhan tersebut digunakan oleh Purity Distilling Company sebagai fasilitas penyimpanan untuk molase yang baru saja diturunkan dari kapal, sebelum kemudian selanjutnya ditransfer melalui pipa ke pabrik etanol (pelarut organik) yang terletak di antara Jalan Willow dan Jalan Evereteze di Cambridge yang berlokasi di Massachusetts, Amerika Serikat dan bukan di Cambridgeshire, Inggris.

Akibat bencana ini, pelabuhan terdekat penuh dengan sirup molase berwarna cokelat hingga musim panas. Sementara setelah beberapa dekade sesudah peristiwa, warga sekitar mengaku bahwa pada hari-hari di musim panas, daerah di sekitar lokasi kejadian masih memiliki bau manis khas molase.

Peta Kota Boston Versi Modern dengan Lingkaran Merah sebagai Penanda Wilayah Terdampak Banjir 1919
Peta Kota Boston modern. Wilayah terdampak banjir molase ditandai dengan lingkaran. (Wikipedia)

Proses Evakuasi

Berdasarkan Wikipedia bahasa Inggris, yang pertama kali tiba di tempat kejadian adalah 116 taruna di bawah arahan Letnan Komandan H. J. Copeland yang kala itu sedang bertugas di USS Nantucket, sebuah kapal pelatihan dari Sekolah Bahari Massachusetts (kini bernama Akademi Maritim Massachusetts) yang tengah berlabuh di dekat taman bermain dermaga. Tak lama dari itu, personel polisi Boston, Palang Merah, Angkatan Darat (AD), dan Angkatan Laut (AL) menyusul kedatangan Letnan Komandan Copeland bersama kelompoknya.

Para taruna berlari beberapa blok menuju ke lokasi bencana. Beberapa dari mereka lalu masuk ke dalam genangan molase setinggi lutut untuk mencoba menyelamatkan para korban terdampak bencana. Sementara taruna lainnya mencoba untuk mencegah jalur para penyelamat dihalangi oleh masyarakat sekitar yang penasaran.

Mengutip dari Wikipedia, beberapa perawat dari Palang Merah menyelam ke dalam molase yang tumpah ruah di jalanan kota, sedangkan yang lainnya merawat korban terluka dan memberikan suplai makanan kepada para pekerja (mungkin merujuk ke para penyelamat) yang kelelahan. Banyak dari para penyelamat yang bertugas sepanjang malam dan jumlah yang terluka terhitung sangat banyak sehingga dokter dan ahli bedah lantas mendirikan rumah sakit darurat di gedung terdekat.

Regu Penyelamat sedang Berdiri di Atas Genangan Banjir 1919
Sekelompok regu pemadam kebakaran berdiri di atas genangan sirup molase yang sangat manis. (NPR)

Proses Pembersihan

Berdasarkan informasi yang diterbitkan oleh Wikipedia, petugas kebersihan menggunakan air garam dari kapal pemadam kebakaran untuk mencuci molase, lalu kemudian dilanjutkan dengan menggunakan pasir untuk menyerap sirup pemanis tersebut.

Pembersihan di daerah sekitar bencana memakan waktu beberapa minggu, dengan lebih dari 300 orang memberikan kontribusinya dalam upaya pembersihan. Butuh waktu lebih lama untuk membersihkan seluruh Boston Raya dan daerah sekitarnya. Dilaporkan bahwa: "Segala sesuatu yang disentuh oleh orang Boston, merupakan benda yang lengket."

Gugatan

Beberapa waktu setelah banjir mematikan tersebut, 119 penduduk mengajukan gugatan class action terhadap United States Industrial Alcohol Company (USIA) yang merupakan pemilik dari Purity Distilling Company sejak tahun 1917. Gugatan ini diketahui merupakan gugatan class action pertama yang terjadi di Massachusetts dan dianggap sebagai tonggak sejarah dalam meresmikan regulasi untuk perusahaan modern.

Berdasarkan sebuah jurnal, gugatan class action merupakan gugatan yang diajukan oleh seseorang atau lebih masyarakat, dalam rangka mewakili seluruh anggota kelompok masyarakat. Dalam kasus ini, maka bisa dianggap bahwa gugatan tersebut diajukan oleh 119 orang tetapi mewakili seluruh orang yang telah dirugikan dari terjadinya tragedi.

Meski USIA mengklaim tangki miliknya tersebut menyembur akibat dari serangan orang anarkis, auditor yang ditunjuk oleh pengadilan menyatakan bahwa USIA harus bertanggung jawab. Pernyataan tersebut muncul setelah tiga tahun pemeriksaan dan membuat USIA akhirnya membayar ganti rugi sebesar 628 ribu dolar Amerika Serikat. Melalui kalkulator besutan situs Inflation Calculator, didapatkan informasi bahwa pada 2022, nilai itu setara dengan lebih dari 10 juta dolar Amerika Serikat. Di samping itu semua, orang yang memiliki hubungan darah dengan korban yang tewas dilaporkan menerima sekitar 7 ribu dolar Amerika Serikat, yang kini setara dengan lebih dari 117 ribu dolar Amerika Serikat.

Korban Jiwa

Akibat dari gelombang molase berwarna gelap pekat yang muncul tepat setelah hancurnya tangki penyimpanan molase tersebut, 21 orang tak berdosa tewas, 150 lainnya terluka, dan beberapa kuda tewas (dengan sebagian di antaranya hancur atau tenggelam di dalam cairan molase).

Banyak orang yang tewas dalam keadaan terlapisi penuh oleh sirup berwarna gelap tersebut, sehingga mereka menjadi sulit untuk dikenali. Beberapa korban lainnya tersapu hingga ke Pelabuhan Boston dan baru ditemukan tiga sampai empat bulan pasca kejadian.

Dengan data-data yang dimiliki, Wikipedia membagikan informasi perihal para korban jiwa yang terdampak tragedi banjir ini, lengkap dengan umur dan status pekerjaan. Sayangnya, terdapat dua orang korban jiwa yang berasal dari kalangan anak-anak dan keduanya masih berumur 10 tahun. Informasi lengkap terkait korban jiwa The Great Molasses Flood adalah sebagai berikut:
  1. Patrick Breen (44) yang bekerja sebagai buruh.
  2. William Brogan (61) yang bekerja sebagai kusir.
  3. Bridget Clougherty (65) yang adalah seorang ibu rumah tangga.
  4. Stephen Clougherty (34) yang sedang tidak berprofesi.
  5. John Callahan (43) yang bekerja sebagai pengaspal.
  6. Maria Di Statio (10) yang masih seorang anak-anak.
  7. William Duffy (58) yang bekerja sebagai buruh.
  8. Peter Francis (64) yang bekerja sebagai pandai besi (spesialis pembuatan alat dari besi atau baja).
  9. Flaminio Gallerani (37) yang bekerja sebagai sopir.
  10. Pasquale Iantosca (10) yang masih seorang anak-anak.
  11. James H. Kinneally (?) yang bekerja sebagai buruh.
  12. Erid Laird (17) yang bekerja sebagai kusir.
  13. George Layhe (38) yang bekerja sebagai pemadam kebakaran.
  14. James Lennon (64) yang bekerja sebagai masinis.
  15. Ralph Martion (21) yang bekerja sebagai sopir.
  16. James McMullen (46) yang bekerja sebagai mandor.
  17. Cesar Nicolo (32) yang bekerja sebagai pengirim kargo.
  18. Thomas Noonan (43) yang bekerja sebagai buruh pelabuhan.
  19. Peter Shaughnessy (18) yang bekerja sebagai kusir.
  20. John M. Seiberlich (69) yang bekerja sebagai pandai besi.
  21. Michael Sinnott (76) yang bekerja sebagai kurir.

Penyebab

Potret yang Menunjukkan Kerusakan Parah yang Disebabkan oleh Banjir Molase 1919
Kerusakan pada struktur Kereta Api Tinggi Boston. (Wikipedia)

Masih dari Wikipedia, disebutkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat berkontribusi sebagai penyebab munculnya bencana gelombang pemanis ini. Faktor pertama adalah terkait dengan tangki yang mungkin telah bocor sejak hari pertama pengisiannya pada tahun 1915. Selain itu, tangki juga dibangun dan diuji dengan buruk. Di samping itu semua, proses fermentasi membuat produksi karbon dioksida berpotensi menjadi dalang di balik naiknya tekanan internal tangki. Pada satu hari sebelum tragedi, tercatat bahwa suhu udara akibat cuaca di area sekitar tangki naik dari -17 derajat Celsius hingga menjadi 5 derajat Celcius.

Disebutkan pula bahwa telah terjadi kegagalan di penutup yang berada dekat dengan dasar tangki dan retakan kelelahan yang timbul di benda tersebut mungkin telah berkembang hingga berada di titik kritis. Dalam ilmu tentang material, kelelahan pada suatu benda merupakan proses pelemahan yang disebabkan oleh beban yang diaplikasikan berkali-kali ke benda tersebut.

Perlu dipahami bahwa tangki penyimpanan hanya delapan kali diisi penuh sejak tahun tangki tersebut selesai dibangun, mengakibatkan dinding tangki berada di bawah tekanan beban siklik, yang merupakan suatu tekanan beban yang terjadi berulang secara teratur pada suatu bagian.

Beberapa penulis, sebagaimana yang disampaikan Wikipedia, mengatakan bahwa Purity Distilling Company pada saat itu berusaha untuk melanggar suatu larangan yang tercantum di peraturan Amerika Serikat. 

Sebuah penyelidikan yang dijalankan setelah bencana mengungkapkan bahwa Arthur Jell, yang bertugas untuk mengawasi pembangunan tangki penyebab bencana, telah mengabaikan uji keselamatan dasar, seperti: mengisi tangki dengan air untuk memeriksa potensi kebocoran. Sehingga ketika diisi dengan molase, tangki bocor begitu parah dan membuat pihak pengurus mengecat cokelat tangki tersebut untuk menyembunyikan titik kebocorannya.

Penyelidikan lainnya yang pertama kali terbit pada tahun 2014 menerapkan sebuah analisis teknik modern. Hasilnya, diketahuilah bahwa baja yang digunakan dalam pembangunan tangki tersebut hanya memiliki tebal setengah dari ukuran yang seharusnya berlaku. Tangki juga dibuat lebih rapuh daripada seharusnya.

Di luar itu semua, terdapat fakta yang menyebutkan bahwa molase yang lebih hangat telah ditambahkan ke tangki sekitar dua hari sebelum bencana dan itu menyebabkan berkurangnya kekentalan cairan di dalam tangki. Ketika tragedi terjadi, cairan yang menyebar secara cepat mendingin, bahkan hingga setara suhu malam pada saat musim dingin di Boston. Studi Harvard menyimpulkan bahwa molase mendingin dan mengental dengan cepat saat sedang mengalir melalui jalanan kota, sehingga otomatis menghambat upaya dari orang-orang terdampak yang hendak membebaskan diri sebelum mereka tewas lemas.

Budaya yang Hadir sebagai Akibat

The Great Molasess Flood membuat banyak perubahan di undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang konstruksi, termasuk itu persyaratan pengawasan oleh arsitek berlisensi dan insinyur sipil. Di luar itu semua, dalam maksud mengenang tragedi banjir yang satu ini, salah satu kendaraan amfibi yang dioperasikan oleh Boston Duck Tours diberi nama: Molly Molasses, dan dicat dengan warna cokelat gelap. Penamaan ini sesuai dengan keputusan perusahaan untuk menamai kendaraan amfibi mereka dengan lokasi populer, acara, atau budaya lokal yang ada di Kota Boston.

The Great Molasses Flood juga menjadi inspirasi dalam MIT Mystery Hunt yang diproduksi di tahun 2019. MIT Mystery Hunt merupakan kompetisi berburu teka-teki tahunan yang diadakan di Institut Teknologi Massachussetts (MIT).

Karya-karya lainnya yang menjadikan Bencana Molase Boston sebagai inspirasi, ialah: lagu berjudul "The Great Molasses Disaster" yang muncul di album The Dukes of Alhazred yang dirilis oleh grup musik rock bernama The Darkest of the Hillside Thickets; lagu "Sweet Bod" dari album Spirit Phone yang dinyanyikan oleh grup musik bernama Lemon Demon; lagu "All Hands" dari album Palimpsest karya grup musik metal Protest The Hero yang menggunakan sudut pandang dari salah satu korban; sebuah buku berjudul I Survived the Great Molasses Flood, 1919 yang ditulis oleh Lauren Tarshis sebagai bagian dalam seri buku fiksi sejarah yang ditujukan untuk anak-anak, yang diberi nama: I Survived. Lalu terakhir, ada serial televisi bergenre komedi pendidikan yang diproduksi oleh Comedy Central, yaitu Drunk History, yang menceritakan kembali bencana banjir di Boston dalam pertunjukkan acaranya.

Lirik lagu "Sweet Bod" yang dinyanyikan oleh grup musik Lemon Demon. (YouTube)

Lokasinya Kini

USIA tidak membangun kembali tangki yang telah rusak. Sebaliknya, properti yang sebelumnya ditempati oleh tangki tersebut dan perusahaan North End Paving Company kemudian sempat menjadi area halaman untuk Kereta Api Tinggi Boston, yang merupakan pendahulu dari Otoritas Transportasi Teluk Massachusetts (MBTA), yang adalah sebuah badan publik dengan tanggung jawab sebagai operator dari sebagian besar layanan transportasi umum di Boston Raya.

Kini, tempat tersebut menjadi lokasi untuk situs komplek rekreasi milik kota yang secara resmi bernama Taman Langone yang menampilkan lapangan Little League Baseball, taman bermain, dan lapangan untuk bermain bocce, sebuah permainan yang pelaksanaannya merupakan gabungan antara bowling dan biliar.

Tepat di sebelah timur merupakan lokasi dari Taman Puopolo yang berukuran lebih besar dengan fasilitas rekreasi tambahan. Sebuah plakat kecil ditempatkan oleh organisasi nirlaba bernama Bostonian Society di pintu masuk taman tersebut sebagai cara untuk memperingati The Great Molasses Flood. Plakat yang diberi judul Boston Molasses Flood itu berbunyi: "Pada tanggal 15 Januari 1919, sebuah tangki molase di Jalan Komersial 529 meledak di bawah tekanan, menewaskan 21 orang. Gelombang molase setinggi 40 kaki membengkokkan rel kereta api, menghancurkan bangunan, dan merendam lingkungan sekitar. Kecacatan struktural dalam tangki dikombinasikan dengan suhu hangat yang tidak sesuai telah berkontribusi pada bencana ini."

Plakat Berwarna Dasar Hijau Tua untuk Mengenang Tragedi Boston pada Tahun 1919
Plakat berwarna latar hijau gelap yang dimaksudkan untuk mengenang tragedi banjir molase di Boston tahun 1919. (Wikipedia)

Daftar Pustaka

Komentar