Menelisik Suara Aneh di Lautan

Ilustrasi Monster di Lautan
Ilustrasi monster laut. (ArtStation)

Semuanya tentu pernah mendengar tentang Segitiga Bermuda yang terletak di sekitar Samudra Atlantik bagian utara. Sebuah tempat yang sangat populer berkat berbagai peristiwa hilangnya transportasi laut dan udara. Di samping itu, banyak pula yang kenal dengan misteri tenggelamnya Atlantis, sebuah pulau yang disebutkan oleh Plato, seorang filsuf dan matematikawan hebat asal Yunani, yang kini sering dirumorkan berada di Indonesia.

Sesuai dengan apa yang telah disebutkan Izza Namira di artikelnya, bahwa disadari atau tidak, lautan adalah tempat yang paling banyak menyimpan misteri. Permukaannya yang sangat luas dan kedalamannya yang sulit untuk diraih membuat penjelajahan manusia di lautan menjadi tebatas. Terlebih lagi, sebagaimana mengutip dari artikel terbitan situs resmi Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional (NOAA), manusia saat ini baru mengeksplorasi kurang dari lima persen total lautan yang ada di dunia.

Kanal YouTube ilmu pengetahuan Kok Bisa? melalui videonya yang terbit di tahun 2017 silam berjudul "Misteri Apa yang Ada di Laut Terdalam?" juga menyebutkan hal yang sama dengan apa yang diterangkan oleh NOAA. Pihak Kok Bisa? menambahkan sedikit penjelasan bahwa ilmu tentang lautan sangat berbanding terbalik dengan ilmu tentang langit. Hingga setidaknya video tersebut terbit, hanya ada tiga manusia yang berhasil sampai di titik terdalam lautan, 10.994 meter, yang ada di Palung Mariana. Angka tersebut terhitung sedikit bila dibandingkan dengan jumlah total manusia yang telah sampai ke Bulan, yakni 12 orang.

Banyak dari orang-orang di Bumi yang berpikiran bahwa mengeksplorasi lautan jauh lebih mudah daripada menguasai langit, padahal faktanya tidaklah seperti itu. Rintangan yang harus dilewati saat menjelajahi lautan, khususnya itu laut dalam, salah satunya adalah kurangnya jumlah sinar Matahari yang masuk. Semakin dalam lautan, maka semakin sedikit sinar Matahari yang dapat menembus masuk, yang salah satu penyebabnya berasal dari proses pembiasan (perubahan arah cahaya) yang terjadi saat sinar Matahari menabrak partikel air. 'Peraturan' yang sama juga berlaku bagi tekanan: semakin dalam lautan maka semakin kuat tekanan yang ada. Selain itu, suhu di bawah laut juga bisa turun hingga mendekati titik beku.

Sebelum lanjut ke topik utama, perlu dipahami bahwa NOAA merupakan sebuah badan ilmiah di Departemen Perdagangan Amerika Serikat yang berfokus pada kondisi yang ada di samudra dan atmosfer Bumi. NOAA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1970 oleh Richard Milhous Nixon, seorang Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) yang ke-36 dan Presiden AS yang ke-37. NOAA bertugas untuk memrediksi cuaca, memantau kondisi di lautan dan atmosfer, melakukan pemetaan wilayah laut sekaligus mengeksplorasi laut dalam, serta mengelola penangkapan ikan dan perlindungan mamalia laut (termasuk juga dengan spesies yang terancam punah) di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) AS.

The Bloop

Rekaman suara The Bloop yang dipercepat. (YouTube)

Jika boleh membagikan opini, maka The Bloop merupakan suara misterius bawah laut yang paling terkenal di dunia. Melansir dari situs resmi NOAA, The Bloop merupakan nama yang diberikan untuk suara bawah air misterius yang terekam di era 90-an. Selama bertahun-tahun, The Bloop tidak dapat dijelaskan.

Pada tahun 1997, para peneliti yang sedang mendengarkan aktivitas gunung berapi bawah laut di Samudra Pasifik selatan secara sengaja merekam suara yang aneh, kuat, dan sangat keras. Menggunakan sejumlah hidrofon (mikrofon bawah air) otonom yang ditempatkan terpisah dengan panjang lebih dari 3.219 kilometer melintasi Pasifik, mereka merekam berbagai variasi kebisingan yang tidak mirip sama sekali dengan apa yang pernah mereka dengar sebelumnya. Berkat karakteristik uniknya, suara tersebut kemudian dinamakan sebagai The Bloop.

Para ilmuwan dari Laboratorium Lingkungan Laut Pasifik (PMEL) NOAA sangat ingin menemukan sumber dari suara The Bloop, tetapi karena kualitas penjelajahan lautan yang masih kurang, maka lahirlah banyak teori.

Seiring berjalannya waktu, peneliti PMEL yang tak patah semangat terus menyebarkan hidrofon yang penempatannya semakin dekat dengan Benua Antartika demi untuk mempelajari suara gunung berapi di dasar laut dan proses terjadinya gempa bumi. Di wilayah tersebutlah di tahun 2005, mereka akhirnya menemukan asal dari suara The Bloop.

NOAA menjelaskan bahwa The Bloop adalah suara terjadinya gempa es akibat dari adanya gunung es yang retak dan terlepas dari gletser (bongkahan es di atas permukaan tanah yang berukuran sangat besar dan tebal) yang ada di Antartika. "Dengan pemanasan global, semakin banyak gempa es yang terjadi setiap tahun. Itu terlepas dari gletser, retak, dan kemudian mencair di laut," perjelas NOAA.

Julia

Rekaman suara Julia. Dipercepat 16 kali. (YouTube)

Tidak ada banyak informasi yang bisa diketahui tentang Julia, tetapi, melansir dari Live Science, Julia merupakan nama yang merujuk pada suara aneh yang terdengar hampir seperti seseorang yang sedang meraung atau merengek. Suara ini terekam oleh perangkat NOAA di tanggal 1 Maret 1999 berkat rangkaian jaringan hidrofon yang ada di Pasifik bagian khatulistiwa timur.

Sama seperti The Bloop, Julia juga (kemungkinan besar) berasal dari aktivitas es di lautan. Di kasus ini, peneliti NOAA menduga bahwa yang terjadi adalah proses jatuhnya gunung es Antartika besar ke dasar laut. Titik asalnya terletak di antara Selat Bransfield, Semenanjung Antartika dan Tanjung Adare, Antartika Timur.

Train

Rekaman suara Train. Dipercepat sama seperti sebelumnya. (YouTube)

Secara singkat, melansir dari Live Science, Train merupakan penamaan untuk suara bawah air yang terekam pada tahun 1997 oleh pihak NOAA. Meski namanya dalam bahasa Indonesia adalah "kereta", suara ini faktanya tidak berkaitan dengan kereta. Suara Train sebenarnya berupa dengungan besar yang kemungkinan berasal dari Laut Ross di Tanjung Adare. Diduga, Train berasal dari sebuah gunung es yang menghantam dasar laut Antartika.

Slow Down

Rekaman suara Slow Down yang sedikit susah untuk didengar meski telah dipercepat 16 kali. (YouTube)

Mengutip dari Wikipedia, Slow Down adalah nama yang diberikan untuk suara di Samudra Pasifik yang kemungkinan besar bersumber dari gunung es besar yang jatuh ke dasar lautan. Sama seperti suara-suara aneh sebelumnya, Slow Down juga direkam oleh NOAA melalui susunan hidrofon otonom pada tanggal 5 Maret 1997.

Nama Slow Down digunakan karena suara yang terdengar perlahan-lahan mengalami pengurangan frekuensi dalam durasi sekitar tujuh menit. Di samping itu, semenjak kemunculan pertamanya, suara Slow Down telah terekam beberapa kali setiap tahunnya.

Salah satu hipotesis (dugaan sementara) tentang asal usul kemunculan Slow Down adalah anggapan bahwa Slow Down berasal dari aktivitas es di Antartika. Spektogram suara dari getaran yang disebabkan oleh gesekan es di Antartika tersebut sangat mirip dengan spektogram yang dihasilkan oleh Slow Down. "Sehingga mungkin saja, suara Slow Down bersumber dari gesekan lapisan es besar yang bergerak di atas daratan," ujar kontributor Wikipedia.

Spektogram itu sendiri merupakan sebuah grafik yang menggambarkan perubahan frekuensi dan intensitas gelombang suara menurut sumbu waktu. Spektogram biasa digunakan di bidang musik, linguistik, sonar, radar, pengolahan tuturan, seismologi, dan di bidang yang sejenis. Spektogram dapat digunakan untuk mengenali wicara secara fonetik, atau melalui ilmu tentang bunyi, dan untuk menganalisis ucapan hewan.

Dalam dua dekade terakhir, banyak sekali rekaman suara tentang aktivitas pergerakan gunung es yang serupa dengan Slow Down, Julia, dan yang sejenisnya. Pada saat sejumlah rekaman itu terjadi, pemahaman tentang suara yang ada di laut dalam belum sebaik seperti sekarang ini.

Whistle

Rekaman suara Whistle setelah dipercepat 16 kali. (YouTube)

Suara misterius ini, yang dijuluki sebagai Whistle, tertangkap oleh salah satu hidrofon NOAA pada tahun 1997. Lokasi pasti dari sumber suara Whistle tidak diketahui, tetapi itu diduga terletak di suatu tempat di Samudra Pasifik. Menurut NOAA, sebagaimana mengutip dari Wikipedia, Whistle mirip dengan suara letusan gunung berapi bawah laut yang sempat terekam beberapa waktu sebelumnya di rangkaian gunung berapi Mariana, Samudra Pasifik, yang terbentuk di atas lempeng yang tersubduksi, proses di mana litosfer samudra didaur ulang ke dalam mantel Bumi di batas konvergen (area terjadinya tabrakan dua atau lebih lempeng litosfer).

Karena hanya terekam pada satu hidrofon dari yang seharusnya tiga untuk 'menentukan' titik lokasi sumber suara, Whistle kemudian dianggap tidak teridentifikasi.

Paus 52 Hertz

Rekaman suara Paus 52 Hertz di tahun 2000 yang dipercepat 10 kali. (YouTube)

Berdasarkan Wikipedia, Paus 52 Hertz atau 52 Hertz Whale, atau yang sehari-hari biasa dipanggil dengan Si Biru 52, merupakan nama yang diberikan untuk seekor paus di Samudra Pasifik utara yang melontarkan suara tidak lazim. Sesuai dengan namanya, Si Biru 52 merupakan seekor paus yang mengeluarkan suara pada frekuensi yang tidak biasa, yaitu 52 hertz. Karena hingga saat ini hanya suaranya saja yang dapat ditemukan, sementara sosoknya belum pernah terlihat, banyak informasi tentang Si Biru 52 yang belum diketahui. Tetapi yang pasti, Si Biru 52 mungkin berukuran kecil dan memiliki pola migrasi yang sama dengan paus biru yang berkomunikasi di 10 hingga 39 hertz dan paus sirip di angka 20 hertz.

Para peneliti bisa mengetahui pola migrasi Si Biru 52 kemungkinan besar berasal dari suara Si Biru 52 yang terdeteksi secara teratur di banyak lokasi sejak akhir 1980-an. Pergerakan Si Biru 52 sedikit mirip dengan paus biru, tetapi waktu terjadinya pergerakan tersebut lebih mirip dengan paus sirip. Deteksi itu juga memberikan dugaan bahwa Si Biru 52 merupakan satu-satunya paus yang mengeluarkan suara di frekuensi 52 hertz.

Kehadiran Si Biru 52 ditemukan oleh tim dari Lembaga Oseanografi Woods Hole. Suaranya pertama kali terdeteksi pada tahun 1989, kemudian kembali terdeteksi di 1990 dan satu tahun setelahnya. Pada tahun 1992, setelah berakhirnya Perang Dingin, Angkatan Laut (AL) AS melakukan pengubahan pada sistem hidrofon anti kapal selam mereka yang bernama SOSUS, sehingga itu membuat SOSUS tersedia untuk penelitian oseanografi. Sejak tahun 2014, Si Biru 52 terdeteksi setiap tahunnya.

Si Biru 52 dideskripsikan sebagai paus paling kesepian di dunia, karena frekuensi suaranya yang berbeda membuat paus lain menjadi tidak bisa mendengar panggilan komunikasinya. Para ilmuwan di Lembaga Oseanografi Woods Hole tidak dapat mengidentifikasi spesies dari Si Biru 52. Mereka berspekulasi bahwa Si Biru 52 merupakan paus cacat atau paus biru hibrida, yaitu keturunan dari hasil reproduksi seksual yang didapat dari proses penggabungan kualitas dua organisme dari jenis yang berbeda. Uniknya, tim peneliti sering dihubungi oleh orang-orang tuli yang bertanya-tanya apakah Si Biru 52 mungkin juga tuli.

Apapun penyebab biologis yang mendasari suaranya yang berfrekuensi tinggi, tampaknya tidak mengganggu proses kelangsungan hidup Si Biru 52. Fakta bahwa paus tersebut telah bertahan dan dewasa di lautan bebas memunculkan asumsi bahwa ia mungkin sehat.

Mengutip dari kanal YouTube Sepulang Sekolah, selama musim kawin, Si Biru 52 bersuara sekencang mungkin untuk mendapatkan pasangan, tetapi apa yang diharapkannya tentu cukup mustahil untuk terjadi. Meski begitu, suara yang berpotensi berasal dari paus 52 hertz yang kedua telah ditemukan secara sporadis (tidak menentu) sejak tahun 2010 di suatu tempat.

Karena kepopulerannya yang bahkan disetarakan dengan artis Hollywood, Si Biru 52 sering menjadi topik di dalam berbagai karya seni. Seperti contohnya di kategori musik, grup musik Korea Selatan, BTS, pada tahun 2015 memroduksi lagu berjudul "Whalien 52" yang secara jelas mengangkat Si Biru 52 sebagai inspirasi dari lagu tersebut. Sementara itu, sutradara dan penulis skenario asal Taiwan, Wei Te-sheng, juga menggunakan Si Biru 52 sebagai inspirasi dalam pembuatan film berjudul 52Hz, I Love You yang dirilis 2017 silam.

Upsweep

Rekaman suara Upsweep yang dipercepat 20 kali. (YouTube)

Melansir dari Jaborejob, Upsweep adalah nama untuk suara musiman yang direkam oleh sistem hidrofon otonom di Samudra Pasifik. Upsweep pertama kali diketahui oleh Laboratorium Lingkungan Laut Pasifik di tahun 1991 dan sejak saat itu suaranya terus terdengar setiap tahunnya. Tingkat suaranya memuncak pada musim gugur serta musim semi dan cukup kuat untuk terdeteksi di seluruh Pasifik.

Meski terus terdeteksi setiap tahunnya semenjak kemunculan pertamanya, kualitas suara Upsweep telah menurun dibandingkan kehadirannya pertama kali, tetapi untungnya Upsweep masih bisa terdeteksi melalui susunan hidrofon otonom ekuatorial NOAA. Sumber suara Upsweep mungkin terletak di dekat lokasi yang diproyeksikan sedang terjadi aktivitas vulkanik, yaitu di antara Selandia Baru dan Amerika Selatan, tetapi itu tentu belum bisa dipastikan. Hingga detik ini, sumber suara Upsweep tidak bisa dijelaskan.

Daftar Pustaka

Komentar