Mengulas Film "The Black Phone"

Karya Ini Ditulis oleh Binnar Kurnia Ramadhan yang Independen. Kami hanya Menyunting dan Mengunggah Karya Ini

***

Sampul film "The Black Phone".
Sampul film "The Black Phone". (kumparan.com)

Mengutip dari Rotten Tomatoes, film yang bergenre horor, misteri, dan menegangkan ini disutradarai oleh Scott Derrickson. "The Black Phone" dibintangi oleh sejumlah tokoh terkenal yang terdiri dari:
  • Ethan Hawke yang pernah mengambil peran di film "Moon Knight" dan "Sinister".
  • Mason Thames yang pernah berperan di film "Boys of Summer".
  • Madeleine McGraw yang juga pernah berperan di film "Ant-Man and The Wasp" dan "The Harbinger".

Dirilis pada tanggal 24 Juni 2022 di Amerika Serikat (AS) dan 22 Juni 2022 di Indonesia, film ini sukses mendapatkan pemasukan sebanyak 89,9 juta dolar AS.

Salah satu adegan menegangkan di "The Black Phone"
Salah satu adegan menegangkan di film "The Black Phone" yang menampilkan si karakter antagonis, The Grabber. (TIX ID)

Sinopsis

"The Black Phone" yang berlatar di tahun 1987 mengisahkan tentang seorang remaja bernama Finney Shaw yang diperankan oleh Mason Thames dan adiknya Gwen Blake yang diperankan oleh Madeleine McGraw. Dua bersaudara itu tinggal di pelosok Kota Denver.

Saat itu, tokoh antagonis The Grabber yang dimainkan oleh Ethan Hawke telah menghantui kota kecil tersebut. The Grabber sudah menculik sejumlah remaja yang berjalan sendirian. Para remaja yang diculik tersebut tidak pernah kembali dan diduga telah dibunuh oleh The Grabber.

Suatu ketika, Shaw bertemu dengan seseorang yang baru saja keluar dari mobil van hitam. Awalnya, orang tersebut memiliki niat baik dengan hendak menunjukkan sebuah trik sulap kepada Shaw. Namun nahas, orang misterius tersebut mendadak membekap Shaw dan membawanya ke tempat kediamannya.

Di sana, Shaw ditahan di ruang bawah tanah yang hanya terdapat sebuah kasur dan sebuah telepon hitam. Suatu ketika, telepon hitam itu berdering, meskipun kabel telepon tersebut telah terputus. Shaw mengangkat telepon tersebut dan ia kemudian berkomunikasi dengan si penelepon. Shaw menanyakan identitas si penelepon, lalu ia mendapati bahwa penelepon tersebut merupakan salah seorang temannya yang turut menjadi korban penculikan The Grabber. Seiring waktu, panggilan dari telepon terus muncul yang bersumber dari para korban The Grabber yang berniat membantu Shaw untuk dapat melarikan diri dari dekapan The Grabber.

Kelebihan

Film dengan topik penculikan ini memiliki beberapa poin yang membedakannya dibanding film bertopik penculikan lainnya. “The Black Phone” menambahkan konsep dunia mistis, sehingga tidak terkesan murahan dan memiliki porsi struktur yang pas. Kelebihan yang satu ini bisa dirasakan di adegan ketika Shaw harus berkomunikasi dengan para korban The Grabber. Sebagaimana film horor lainnya, “The Black Phone” menambahkan elemen jumpscare yang mengagetkan dan sejumlah adegan mengganggu seperti penampakan mayat.

Menariknya, meskipun film ini memiliki banyak adegan horor, sang sutradara sempat menyisipkan sedikit unsur komedi di dalamnya. Ini dapat dirasakan melalui dialog para tokoh yang menimbulkan kesan polos, khususnya pada tokoh Blake. Sedari awal, memang kesan polos Blake sudah terasa. Meski begitu, Blake di “The Black Phone” tidak hanya ‘berfungsi’ untuk mencairkan suasana, melainkan juga berperan sebagai tokoh yang memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan melalui mimpi-mimpinya. Di dalam film “The Black Phone”, jika saja Blake tidak memiliki kemampuan unik tersebut, mungkin saja nyawa Shaw tidak dapat diselamatkan.

Kekurangan

Setiap karya manusia tentu memiliki kelebihan dan kekurangan, termasuk itu  film “The Black Phone” ini. Banyak terdapat kesalahan alur atau plot hole yang bisa ditemukan di dalam film besutan Derrickson ini, contohnya:
  • Mengapa di ruang bawah tanah, tempat Shaw disekap, terdapat sebuah telepon hitam?
  • Apa motif The Grabber menculik, membunuh, dan mengubur sejumlah remaja di rumah kosong? Apakah hanya untuk melampiaskan masa kecilnya yang suram atau hanya untuk memuaskan nafsu sebagai seorang penculik dan pembunuh kejam, atau untuk alasan lainnya? Hal itu tidak dijelaskan dengan jelas di film ini.

Berdasarkan pengalaman pribadi, film ini masih menyisakan banyak tanda tanya menjelang ending, khususnya soal motif psikopat The Grabber. Salah satu yang saya bingungkan adalah mengapa anak-anak di kota Denver sama sekali tidak merasa ketakutan saat mendengar kabar bahwa seorang anak-anak telah diculik? Setidaknya, orang tua di Kota Denver bisa mengantarkan masing-masing anaknya dengan aman, daripada anak mereka berjalan kaki sendiri dengan risiko diculik.

Ngomong-ngomong tentang orang tua, tampaknya memang karakter orang tua di film “The Black Phone” tidak peduli mengenai kabar-kabar yang membahas The Grabber, khususnya pada tokoh ayah dari Shaw dan Blake yang merupakan seorang pecandu alkohol.

Plot Cerita

Untuk urusan plot cerita, memang alurnya terasa lambat di periode awal. Mungkin sejumlah orang merasa periode tersebut cukup membosankan, karena memang orang-orang biasanya baru bisa menikmati ketika muncul adegan keren atau menegangkan seperti penculikan.

Meski begitu, dengan penyajian yang lambat, para penonton dapat lebih memahami cerita dan latar belakang para tokoh yang ada di “The Black Phone”. Bayangkan jika film ini langsung dimulai dengan adegan penculikan, mungkin para penonton tidak akan paham tentang apa yang sedang diceritakan oleh “The Black Phone”, begitupun dengan latar belakang masing-masing tokohnya.

Saat penampilan awal The Grabber yang muncul di menit-menit pembukaan, adegan langsung dipotong dan beralih ke pembukaan utama “The Black Phone”. Meskipun terkesan nanggung, adegan yang disaji dengan seperti itu dapat memancing rasa penasaran penonton.

Berdasarkan pengalaman saya saat menonton film ini, kesan tegang sudah terasa semenjak munculnya kendaraan The Grabber, yaitu sebuah mobil van berwarna hitam. Ditambah, pembukaan yang menakutkan berhasil meningkatkan rasa tegang saat menonton. Penampilan Ethan Hawke sebagai The Grabber sangat mantap dan perlu diapresiasi. Dia mampu menunjukkan sifat kegilaan seorang psikopat melalui topeng The Grabber. Kegilaan The Grabber membuat saya menjulukinya sebagai Joker Bertopeng.

Untuk urusan jumpscare, elemen ini benar-benar mengagetkan saya di setiap kemunculannya. Karena memang pada dasarnya saya tidak terlalu menggemari film bertemakan horor. Jelas saja, film ini tidak cocok untuk mereka yang sangat menikmati setiap penyajian adegan jumpscare.

Di samping itu, tekad sang adik dalam menemukan kakaknya, meski mendapatkan pertentangan dari sang ayah, berhasil menambah kesan haru dalam cerita “The Black Phone”. Adegan ketika sang ayah menghukum Blake dengan kejam sukses membuat saya merasa kesal dengan sosok ayah Blake. Bagi saya, film ini tidak hanya menceritakan tentang penculikan, melainkan juga mengajarkan tentang makna keluarga yang sebenarnya.

Tokoh Gwen Blake dan Finney Shaw.
Tokoh Gwen Blake dan Finney Shaw di "The Black Phone". (Republika Online)

Kesimpulan

Secara garis besar, film ini masih termasuk dalam kategori layak untuk ditonton. "The Black Phone" sangat cocok bagi penggemar film bergenre menegangkan, horor, dan misteri. Ditambah penampilan Hawke yang sangat meyakinkan dalam memerankan tokoh antagonis, seperti The Grabber dan Arthur Harrow.

Jalan cerita yang disajikan cukup sederhana, tidak perlu membuang banyak tenaga untuk dapat memahami isi cerita dalam film ini, sehingga cocok bagi orang yang ingin mencari bahan tontonan yang menantang untuk mengisi waktu luang.

Bagi para orang tua yang memiliki anak-anak berumur di bawah 17 tahun, sangat tidak disarankan untuk menonton film ini bersama-sama. Karena memang pada faktanya, ada beberapa adegan sadis yang tidak cocok dilihat oleh anak-anak, termasuk itu adegan perundungan pelajar. Karenanya, oleh Lembaga Sensor Film (LSF), film ini ditandai sebagai tontonan untuk remaja berumur 17 tahun ke atas. Saya memberi "The Black Phone" sebagai sebuah film dengan nilai sembilan dari 10.


Daftar Pustaka

Komentar